Kamis, 28 Mei 2009

bahaya merokok pada remaja

umlah prevalensi perokok pemula pada remaja semakin meningkat.

Padahal merokok pada usia dini akan meningkatkan risiko terhadap kesehatan.

Mengisap sebatang rokok menimbulkan kenikmatan tersendiri. Meski bahaya terhadap kesehatan mengintai, seolah tak sebanding dengan kenikmatan yang dirasakan. Kepulan asap rokok ini ternyata tak hanya membuat mabuk kepayang orang usia dewasa. Sebuah survey yang dilakukan Global Youth Tobacco memaparkan hasil yang mencengangkan. Hasil survey menunjukkan jumlah perokok pemula di kalangan remaja berusia 13-15 tahun mencapai angka 26,8%. Dari angka tersebut didapatkan perbandingan pravelensi merokok pada remaja laki-laki usia 13-15 tahun 24,5%, sedangkan pada remaja perempuan mencapai 2,3%.

“Hasil survey tersebut sangat memprihatinkan karena mencakup hak hidup anak. Hak hidup terampas,” kata Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait. Dia menambahkan, peningkatan ini terjadi karena gencarnya iklan rokok, baik di dalam maupun di luar ruangan. Selain hak anak terampas, dampak kesehatan yang akan dirasakan tentu semakin berbahaya bagi remaja. “Semakin dini mengisap, dampak kesehatannya akan semakin besar. Efek merokok bisa dirasakan langsung maupun tidak langsung,” papar peneliti Global Youth Tobacco Survei Dr Tjandra Yoga Aditama SpP MHA DTM&HDTCE. Remaja belasan tahun yang mulai merokok tidak menyadari sifat ketagihan nikotin, zat yang terdapat dalam rokok. Perilaku terus merokok di antara kaum muda ini biasanya melalui tahap-tahap persiapan sampai ke coba-coba, selanjutnya menjadi perokok tetap dan akhirnya menjadi ketagihan nikotin. Pada awalnya, dari proses coba-coba sampai ketergantungan berat pada nikotin berlangsung dalam waktu satu tahun atau kurang. Kerugian yang ditimbulkan rokok sangat banyak bagi kesehatan. Tapi sayangnya, masih saja banyak orang yang tetap memilih untuk menikmatinya. “Hal ini terkait dengan efek yang dirasakan dari merokok. Karena nikotin di dalam rokok akan mempengaruhi susunan saraf yang mampu merangsang pembentukan seperti dopamine. Zat ini sendiri mampu memberikan efek ketenangan,” papar dokter spesialis paru dari RS Persahabatan Jakarta Dr Achmad Hudoyo SpP. Hasilnya, perokok akan merasa lebih tenang, daya piker serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Meningkatnya cairan kimia seperti dopamine akan menimbulkan rangsangan rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. Hal inilah yang menyebabkan perokok sangat sulit meninggalkan rokok karena sudah ketergantungan pada nikotin. Rokok merupakan faktor berdampak besar pada kesehatan paru. Dalam asap rokok terdapat 4.000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan. Dua diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik. Racun dan karsinogen yang timbul akibat pembakaran tembakau dapat memicu terjadinya kanker. Selain kanker, Hudoyo mengingatkan, perokok akan berisiko mengalami emfisema (paru-paru kehilangan elastisitas dan gelembung alveoli rusak). Saat merokok, asap rokok akan merangsang mengeluarkan enzim elastase. Keluarnya enzim ini mampu merusak sifat elastis paru-paru dan gelembung alveoli. “Akibatnya perokok akan merasakan sesak napas yang berkepanjangan,” ujarnya. Merokok juga akan mengganggu sel-sel filia di dalam saluran pernapasan. Sel-sel filia bertugas melancarkan aliran dahak keluar. Jika sel-sel filia rusak mengakibatkan dahak menumpuk sehingga mudah sekali terkena infeksi. Perokok juga berisiko mengidap penyakit bronchitis kronik (batuk terus-menerus), peningkatan asma, dan peningkatan karbon monoksida dalam darah, serangan jantung dan stroke. “Menghentikan kebiasaan akan menurunkan risiko terserang penyakit yang berkaitan dengan tembakau,” tegas dokter yang juga praktek di RS Pondok Indah ini. Menghentikan kebiasan merokok secara dini penting artinya untuk memperbaiki kesehatan perokok sendiri, serta menunda gangguan kesehatan.

0 komentar:

Posting Komentar

Template Design by SkinCorner from Jack Book